Peraturan Dasar (PD), Peraturan Rumah Tangga (PRT), dan Kode Etik Jurnalistik PWI
(Draft awal adalah keputusan Konkernas PWI 4 – 10 Juli 2007 di Jayapura, Papua).
PERATURAN DASAR
PEMBUKAAN
BAHWA sejarah menunjukkan, perjuangan Wartawan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, maupun mempertahankan dan mengisinya di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.BAHWA Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan berlandaskan Pancasila.
BAHWA Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, merdeka, berdaulat, adil dan makmur serta beradab .
BAHWA dalam perjuangan Rakyat Indonesia mencapai cita-citanya, Wartawan Indonesia berpegang teguh pada konstitusi negara.
BAHWA dengan menyadari peranannya sebagai alat perjuangan bangsa, Wartawan Indonesia bertekad melanjutkan tradisi patriotik dalam semangat demokrasi.
BAHWA dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta tanpa membedakan aliran politik, suku, ras, agama dan golongan, Wartawan Indonesia pada tanggal 9 Februari 1946 di kota Solo telah menyatukan diri dalam organisasi wartawan nasional bernama Persatuan Wartawan Indonesia disingkat PWI.
Berdasarkan Pembukaan ini dan dengan memohon ridho Tuhan Yang Maha Esa, disusunlah Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, dan Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia, yang berlaku bagi Wartawan Anggota PWI.
BAB I
NAMA, ASAS, DAN SIFAT
NAMA, ASAS, DAN SIFAT
Pasal 1
(1) Organisasi ini bernama Persatuan Wartawan Indonesia, (PWI), didirikan di kota Solo pada tanggal 9 Februari 1946 untuk waktu yang tidak ditentukan.(2) PWI berasaskan Pancasila.
(3) PWI adalah organisasi wartawan Indonesia independen dan profesional tanpa memandang baik suku, ras, agama, dan golongan maupun keanggotaan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan
Pasal 2
(1) PWI meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.(2) PWI Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(3) PWI memiliki :
a. Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, dan Kode Etik Jurnalistik;
b. Lambang, Panji dan Lencana;
c. Hymne dan Mars.
(4) Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Kode Etik Jurnalistik, lambang, panji, lencana, hymne dan mars, ditetapkan oleh Kongres.
Pasal 3
(1) PWI menerbitkan Kartu Anggota.(2) Bagi Anggota Biasa dan Anggota Muda, Kartu Anggota juga berlaku sebagai Kartu Pers PWI.
(3) Ketentuan ayat (2) Pasal ini tidak berlaku bagi Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan.
BAB II
TUJUAN DAN UPAYA
TUJUAN DAN UPAYA
Pasal 4
Tujuan PWI adalah :(a) Tercapainya cita-cita Rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
(b) Terwujudnya kehidupan Pers Nasional yang merdeka, profesional, bermartabat, dan beradab.
(c) Terpenuhinya hak masyarakat memperoleh informasi yang benar dan bermanfaat.
(d) Terwujudnya tugas pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Pasal 5
(1) Ke dalam, PWI berupaya :a. Memupuk kepribadian wartawan Indonesia sebagai warga negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan taat pada konstitusi;
b. Memupuk kesadaran dan komitmen wartawan Indonesia untuk berperanserta di dalam pembangunan bangsa dan negara;
c. Meningkatkan ketaatan wartawan pada Kode Etik Jurnalistik, demi citra. kredibilitas, dan integritas wartawan dan PWI;
d. Mengembangkan kemampuan profesional wartawan;
e. Memberikan bantuan dan perlindungan hukum kepada wartawan dalam melaksanakan tugas profesinya;
f. Memperjuangkan kesejahteraan wartawan.
(2) Keluar PWI berupaya :
a. Memperjuangkan terlaksananya peraturan perundang-undangan serta kehidupan ber-masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang menjamin pertumbuhan dan pengembangan pers yang merdeka, profesional, dan bermartabat.
b. Menjalin kerja sama dengan unsur pemerintah, masyarakat, dan organisasi pers di dalam dan di luar negeri.
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 6
PWI beranggotakan Wartawan Indonesia, yang melaksanakan profesi kewartawanan.
Pasal 7
Keanggotaan PWI terdiri atas :
a. Anggota Biasa;
b. Anggota Muda;
c. Anggota Luar Biasa;
d. Anggota Kehormatan;
Pasal 8
(1) Untuk menjadi Anggota Biasa PWI seseorang harus memenuhi persyaratan:
a. Sudah menjadi Anggota Muda PWI selama 2 (dua) tahun;
b. Melakukan profesi kewartawanan secara aktif;
c. Lulus ujian peningkatan status keanggotaan yang diselenggarakan oleh Pengurus PWI.
(2) Syarat-syarat menjadi Anggota Muda, adalah :
a. Warga negara Republik Indonesia;
b. Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun;
c. Berijazah serendah-rendahnya SMU (Sekolah Menengah Umum) atau yang sederajat sebelum tahun 2008 dan serendah-rendahanya DIII sesudah tahun 2008.
d. Telah diangkat menjadi wartawan oleh media tempat yang bersangkutan bekerja.
e. Tidak pernah dihukum oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan martabat dan profesi kewartawanan dan asas serta tujuan PWI.
(3) Anggota Biasa yang tidak aktif lagi melakukan kegiatan kewartawanan dapat menjadi Anggota Luar Biasa.
(4) Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Kehormatan PWI seseorang (Warga Negara Indonesia) harus berjasa luar biasa bagi perkembangan Pers Nasional, khususnya PWI.
Pasal 9
(1) Setiap Anggota PWI berkewajiban :
a. Menaati Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI, serta keputusan-keputusan organisasi;
b. Menjaga kredibilitas dan integritas wartawan dan PWI.
(2) Menaati Kode Etik Jurnalistik.
(3) Membayar uang iuran.
Pasal 10
Anggota PWI dilarang merangkap keanggotaan organisasi kewartawanan di tingkat nasional dan di tingkat daerah.
Pasal 11
(1) Anggota Biasa berhak :
a. Menghadiri Konferensi Cabang/Perwakilan dan Konferensi Kerja Cabang/Perwakilan;
b. Mengemukakan pendapat serta mengajukan usul dan saran;
c. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus jika memenuhi persyaratan;
d. Memberikan suara pada pengambilan keputusan yang dilakukan melalui pemungutan suara;
(2) Anggota Muda, Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan dapat diundang menghadiri Kongres, Konferensi Cabang/Perwakilan, dan Konferensi Kerja Cabang/Perwakilan, serta dapat mengemukakan pendapat dan mengajukan usul atau saran.
(3) Setiap Anggota PWI berhak memperoleh bantuan hukum atas perkara yang dihadapi berkenaan dengan profesi kewartawanannya
BAB IV
ORGANISASI
Pasal 12
(1) Di tingkat nasional Kongres adalah pemegang wewenang tertinggi organisasi.
(2) Di tingkat Cabang/Perwakilan Konferensi Cabang/Perwakilan adalah pemegang wewenang tertinggi.
Pasal 13
(1) Pengurus Pusat PWI terdiri atas:
a. Penasihat,
b. Dewan Kehormatan PWI
c. Pengurus Harian;
d. Ketua Departemen
e. Direktur program
(2) Pengurus Pleno Pusat PWI terdiri atas:
a. Penasihat,
b. Pengurus Harian;
c. Departemen
d. Direktur program
(3) Dewan Kehormatan bersifat otonom.
(4) Apabila Dewan Kehormatan ikut di dalam rapat pleno Pengurus Pusat PWI, maka disebut rapat paripurna atau rapat pleno plus.
Pasal 14
(1) Pengurus Harian Pusat PWI terdiri dari :
a. Ketua Umum;
b. Ketua Bidang Organisasi dan Daerah;
c. Ketua Bidang Pembelaan Wartawan;
d. Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang;
e. Ketua Bidang Kesejahteraan;
f. Ketua Bidang Luar Negeri;
g. Ketua Bidang Media Cetak
h. Ketua Bidang Media Radio dan Televisi
i. Ketua Bidang Multi Media
j. Sekretaris Jenderal;
k. Wakil Sekretaris Jenderal;
l. Wakil Sekretaris Jenderal;
m. Bendahara Umum;
n. Wakil Bendahara Umum;
(2) Personalia Pengurus Harian Pusat PWI dipilih untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, terdiri atas mereka yang sudah menjadi Anggota Biasa PWI sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
(3) Khusus untuk jabatan Ketua Umum, pernah menjadi Pengurus Harian Pusat PWI/Cabang dan atau Anggota Dewan Kehormatan serta bersedia tinggal di Jakarta.
(4) Atas usul Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Pengurus Harian dapat membentuk Kelompok Kerja Pembelaan Wartawan yang bersifat permanen atau sementara.
(5) Atas usul Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang Pengurus Harian dapat membentuk Kelompok Kerja Pendidikan dan atau Litbang yang bersifat permanen atau sementara.
(6) Pada akhir masa baktinya Pengurus Pusat PWI harus menyampaikan Laporan Pertanggung-jawaban kepada Kongres.
Pasal 15
(1) Departemen dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
(2) Direktur program ditetapkan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 16
(1) Di tiap provinsi dibentuk Cabang PWI.
(2) Khusus di Surakarta, tempat lahirnya PWI, dibentuk Cabang PWI.
(3) Pengurus Cabang berkedudukan di Ibukota Provinsi, kecuali Cabang PWI Surakarta.
Pasal 17
(1) Pengurus Cabang terdiri atas :
a. Pengurus Harian;
b. Dewan Kehormatan Daerah;
c. Ketua Seksi.
(2) Pengurus Pleno Cabang PWI terdiri atas:
a. Pengurus Harian;
b. Ketua Seksi-seksi;
c. Ketua PWI Perwakilan
(3) Dewan Kehormatan Daerah bersifat otonom.
(4) Apabila Dewan Kehormatan Daerah mengikuti rapat Pleno Cabang, maka disebut rapat paripurna atau rapat pleno Cabang plus.
(5) Pengurus Harian Cabang PWI terdiri atas :
a. Ketua ;
b. Wakil Ketua Bidang Organisasi;
c. Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan;
d. Wakil Ketua Bidang Pendidikan;
e. Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan;
f. Sekretaris;
g. Wakil Sekretaris sebanyak-banyaknya dua orang;
h. Bendahara;
i. Wakil Bendahara.
(6) Ketua Cabang PWI dipilih oleh Konferensi Cabang untuk masa bakti 5 tahun, dengan ketentuan:
a. Untuk jabatan Ketua berlaku syarat sudah menjadi Anggota Biasa PWI sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan diutamakan yang pernah menjadi Pengurus Pleno PWI Cabang.
b. Untuk jabatan lain berlaku syarat sudah menjadi Anggota Biasa PWI sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
(7) Pada akhir masa jabatannya Pengurus PWI Cabang harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam Konferensi Cabang.
(8) Konferensi Cabang menetapkan menerima atau menolak laporan dan pertanggungjawaban yang disampaikan oleh Pengurus Cabang.
(9) Seksi-seksi dibentuk sesuai dengan kebutuhan Cabang
Pasal 18
Di Cabang dibentuk Tim Pembelaan Wartawan, dengan ketentuan:
a. Tim diketuai oleh Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan;
b. Jumlah anggota Tim disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 19
(1) Pengurus Cabang PWI dapat membentuk Perwakilan PWI di wilayah Kabupaten/Kota.
(2) Perwakilan PWI dapat dibentuk di dan untuk satu wilayah Kabupaten/Kota, atau untuk gabungan dari dua atau lebih Kabupaten/Kota yang berdekatan dan minimal mempunyai 5 orang anggota berstatus biasa dengan ketentuan bukan di Ibukota Provinsi.
(3) Pembentukan Perwakilan PWI disahkan oleh Pengurus Cabang PWI dan dikukuhkan oleh Pengurus Pusat PWI.
(4) Struktur organisasi Cabang PWI DKI Jakarta diatur secara khusus oleh Pengurus Pusat.
(5) Pengurus Perwakilan PWI dipilih dari Anggota Biasa yang ada untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun, terdiri atas minimal 3 orang pengurus, masing-masing Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
(6) Ketua Perwakilan dipilih oleh Konferensi Perwakilan, dengan ketetntuan :
a. Untuk Ketua Perwakilan berlaku syarat sudah menjadi Anggota Biasa PWI sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
b. Untuk jabatan-jabatan lain berlaku syarat sudah menjadi anggota PWI.
Pasal 20
(1) Seseorang tidak boleh menduduki jabatan yang sama dalam kepengurusan PWI lebih dari dua kali masa jabatan secara berturut-turut,
(2) Pengurus tidak boleh menduduki jabatan rangkap dalam struktur organisasi PWI.
(3) Pengurus PWI di Pusat maupun di Cabang dan Perwakilan tidak boleh merangkap jabatan pengurus partai politik dan organisasi yang terafiliasi.
Pasal 21
(1) Di tingkat Pusat dibentuk Dewan Kehormatan.
(2) Di tingkat Cabang dibentuk Dewan Kehormatan Daerah.
(3) Dewan Kehormatan maupun Dewan Kehormatan Daerah bersifat otonom (dapat menggunakan Cap dan Kop Surat sendiri yang secara operasional tetap berkoordinasi dengan DK PWI).
(4) Anggota Dewan Kehormatan maupun Anggota Dewan Kehormatan Daerah terdiri atas Anggota PWI yang telah menjadi Anggota Biasa sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan sudah berusia 40 tahun yang diutamakan pernah menjadi pengurus PWI.
(5) Dewan Kehormatan beranggotakan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, termasuk Ketua dan Sekretaris.
(6) Ketua Dewan Kehormatan dipilih oleh Kongres untuk masa bakti sampai Kongres berikutnya.
(7) Ketua Dewan Kehormatan Daerah dipilih oleh Konferensi Cabang. Dewan Kehormatan Daerah beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, untuk masa bakti sampai Konferensi Cabang berikutnya.
BAB V
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
(1) Kongres diadakan sekali dalam 5 tahun.
(2) Kongres mendengar dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan.
(3) Kongres menetapkan menerima atau menolak laporan pertanggungjawban Pengurus Pusat
(4) Kongres menetapkan :
a. Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga;
b. Kode Etik Jurnalistik PWI;
c. Lambang, panji, lencana, himne dan mars PWI;
d. Kartu Anggota/Pers;
e. Keputusan-keputusan lain yang dianggap perlu.
(5) Kongres memilih :
a. Ketua Umum Pusat PWI;
b. Ketua Dewan Kehormatan;
c. Formatur;
(6) Organisasi dapat menyelenggarakan Konvensi Nasional Wartawan Indonesia yang dihadiri oleh utusan dari media massa.
(7) Organisasi dapat mengadakan Kongres Luarbiasa.
(8) Diantara 2 Kongres organisasi mengadakan sekurang-kurangnya satu kali Konferensi Kerja Nasional.
Pasal 23
(1) Di tingkat Cabang, organisasi mengadakan :
a. Konferensi Cabang dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali;
b. Konferensi Kerja Cabang, sekurang-kurangnya satu kali dalam setiap periode kepengurusan.
(2) Konferensi Cabang mendengar dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang.
(3) Konfrensi cabang menetapkan menerima atau menolak laporan pertangungjawaban pengurus cabang
(4) Konferensi Cabang menetapkan
a. Program kerja;
b. Ketua Cabang;
c. Ketua Dewan Kehormatan Daerah;
d. Formatur.
(5) Di tingkat Cabang dapat diadakan Konferensi Luar Biasa Cabang
Pasal 24
(1) Di tingkat Perwakilan, organisasi mengadakan Konferensi Perwakilan setiap 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Konferensi Perwakilan mendengar dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus, serta menetapkan program kerja, dan memilih Ketua Perwakilan.
BAB VI
KEKAYAAN ORGANISASI
Pasal 25
(1) Kekayaan organisasi terdiri atas harta bergerak dan harta tidak bergerak.
(2) Keuangan organisasi diperoleh dari :
a. Uang iuran;
b. Usaha-usaha yang sah dan tidak bertentangan dengan tujuan serta martabat PWI;
c. Sumbangan yang tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan tujuan dan martabat PWI.
BAB VII
LAIN-LAIN
Pasal 26
(1) Pembukaan, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga merupakan kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.
(2) Perubahan Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Kode Etik Jurnalistik PWI, lambang, panji, lencana, mars, hymne, dan kartu anggota, ditetapkan oleh Kongres.
Pasal 27
(1) Pembubaran organisasi ditetapkan oleh Kongres.
(2) Apabila terjadi pembubaran organisasi, Kongres menentukan penggunaan kekayaan organisasi.
Pasal 28
Hal-hal lain yang tidak atau belum diatur di dalam Peraturan Dasar ini diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
PERATURAN RUMAH TANGGA PWI
BAB I
UPAYA MENCAPAI TUJUAN
Pasal 1
Upaya ke dalam :
a. Menyelenggarakan, mendorong, dan membantu pendidikan serta pelatihan kewartawanan serta aspek lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan media massa.
b. Menyelenggarakan seminar, diskusi, dan lokakarya, baik mengenai kewartawanan, aspek-aspek lain dari penyelenggaraan media massa maupun masalah-maslah yang aktual serta persoalan yang sedang dihadapi bangsa dan negara.
c. Menyelenggarakan seminar, diskusi, dan lokakarya, baik mengenai kewartawanan maupun mengenai aspek lain dari penyelenggaraan media massa.
d. Melakukan penelitian dan pengkajian baik di dalam maupun di luar negeri.
e. Memantau ketaatan anggota terhadap Kode Etik Jurnalistik, serta kedisiplinan organisasi, dan menindak tegas barang siapa yang terbukti melakukan pelanggaran.
f. Memberikan bantuan hukum kepada anggota dalam menjalankan profesi kewartawanannya, termasuk dalam perselisihan dengan manajemen media massa tempatnya bekerja.
g. Memperjuangkan dan memantau pelaksanaan kesejahteraan wartawan dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya di media massa tempat mereka bekerja.
Pasal 2
Upaya keluar :
a. Berpartisipasi di dalam Dewan Pers, lembaga, dan instansi yang berkaitan dengan perlindungan serta pengembangan demokrasi dan kemerdekaan pers.
b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai pers.
c. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Dewan Pers dalam melahirkan ketentuan-ketentuan yang diperlukan dalam membina, menumbuh kembangkan kehidupan pers, khususnya kewartawanan yang profesional dan bermartabat.
d. Melakukan kerja sama dengan lembaga dan instansi di dalam dan luar negeri sebagai upaya menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjamin terlaksananya kegiatan kewartawanan berupa mencari, memperoleh, mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menyiarkan fakta dan pendapat dalam bentuk berita, ulasan, suara, gambar, suara dan gambar, serta karya jurnalistik lainnya untuk media massa, baik cetak, radio, televisi maupun multimedia.
e. Melakukan kontrol sosial, serta terjaminnya hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan bermanfaat.
f. Mensosialisasikan Kode Etik Jurnalistik serta fungsi, tugas, dan hak-hak pers.
g. Memberikan penghargaan kepada instansi pemerintah dan lembaga masyarakat serta kepada individu yang berjasa luar biasa dalam pengembangan profesi kewartawanan, terutama PWI.
h. Membantu memberikan kesempatan kepada para anggota untuk ikut berpartisipasi dalam menempati berbagai jabatan dan kedudukan di lembaga dan atau organisasi yang berkaitan dengan perlindungan dan pengembangan demokrasi, kemerdekaan mengemukakan pendapat, khususnya kemerdekaan pers.
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 3
(1) Permohonan menjadi Anggota PWI diajukan dengan mengisi formulir yang sudah ditentukan, dan ditandatangani oleh pemohon.
(2) Formulir untuk Anggota Muda harus dilampiri :
a. Fotokopi Surat Pengangkatan pemohon sebagai wartawan di salah satu media;
b. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisasi, serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum (SMU) atau yang sederajad sebelum tahun 2008 dan serendah-rendahnya (DIII) setelah tahun 2008.
c. Surat Pernyataan bermeterai yang berisi janji pemohon akan menaati Kode Etik Jurnalistik, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI, serta keputusan-keputusan organisasi;
d. Menyertakan bukti karya jurnalistik.
(3) Proses Anggota Muda dengan persyaratan sebagaimana dalam ayat (2) di atas dilaksanakan oleh Cabang.
(4) Bagi wartawan lepas (freelance) berlaku ketentuan harus melampirkan rekomendasi tertulis dari sekurang-kurangnya dua Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini berlaku juga bagi wartawan Indonesia yang bekerja pada media asing.
(6) Formulir permohonan untuk menjadi Anggota Biasa harus dilampiri:
a. Fotokopi Kartu Anggota Muda PWI;
b. Surat keterangan dari media yang menyatakan bahwa pemohon masih aktif dan kontinyu melakukan kegiatan kewartawanan;
c. Surat Keterangan lulus testing peningkatan status keanggotaan PWI.
d. Melampirkan nomor bukti penerbitan terakhir.
(7) Formulir permohonan untuk menjadi Anggota Luar Biasa harus dilampir Kartu Anggota Biasa.
(8) Formulir permohonan beserta lampirannya harus diserahkan kepada Pengurus Cabang PWI.
(9) Pengurus Cabang PWI harus meneliti secara cermat permohonan yang bersangkutan dan segera meneruskannya ke Pengurus Pusat PWI setiap permohonan Anggota Biasa yang memenuhi persyaratan.
(10) Pengurus Pusat PWI dapat menyetujui, menangguhkan, atau menolak permohonan keanggotaan yang diusulkan Pengurus Cabang.
(11) Pengurus Pusat PWI dapat mengangkat dan menetapkan seseorang langsung menjadi anggota biasa bagi mereka yang mempunyai prestasi jurnalistik yang sangat menonjol atau luar biasa.
Bab III
Sanksi
Pasal 4
(1) Organisasi dapat menjatuhkan tindakan organisatoris terhadap anggota karena satu di antara hal-hal berikut :
a. Oleh Dewan Kehormatan dinyatakan telah melanggar Kode Etik Jurnalistik dan dijatuhi tindakan pemberhentian sementara atau pemberhentian penuh dari keanggotaan;
b. Melakukan perbuatan yang merendahkan martabat, kredibilitas, dan integritas wartawan atau PWI;
c. Melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI;
d. Menyalahgunakan nama organisasi untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain;
e. Terbukti tidak lagi melaksanakan profesi pekerjaan kewartawanan;
f. Dijatuhi hukuman oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan martabat dan profesi kewartawanan dan asas serta tujuan PWI.
(2) Tindakan organisasi dapat berupa:
a. Peringatan keras dari Pengurus Cabang/Pusat;
b. Pemberhentian sementara dari keanggotaan;
c. Pemberhentian penuh.
Pasal 5
(1) Pemberhentian sementara atau penuh berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (2-b dan 2-c) Pasal 4, diusulkan oleh Pengurus Cabang kepada Pengurus Pusat, dengan tembusan kepada anggota bersangkutan, Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi media tempatnya bekerja.
(2) Keputusan Pengurus Cabang bersifat sementara sampai ada keputusan Pengurus Pusat.
(3) Pengurus Pusat dapat menyetujui, mengubah, atau menolak tindakan organisatoris yang diusulkan Pengurus Cabang;
(4) Pada tahap pertama pemberhentian sementara berlaku untuk paling lama 2 (dua) tahun dengan ketentuan :
a. Atas usul Pengurus Cabang, Pengurus Pusat dapat memperpendek atau memperpanjang masa berlakunya pemberhentian sementara yang sedang dijalani;
b. Atas usul Pengurus Cabang, Pengurus Pusat dapat meningkatkan pemberhentian sementara menjadi pemberhentian penuh.
(5) Setiap keputusan Pengurus Pusat yang berkaitan dengan pemberhentian sementara dan pemberhentian penuh harus disampaikan kepada anggota bersangkutan, dengan tembusan kepada Pengurus Cabang, Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi media tempatnya bekerja, dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu.
Pasal 6
(1) Pengurus Cabang maupun Pengurus Pusat harus memberikan kesempatan kepada anggota untuk membela diri secara tertulis atau dengan menghadirkannya di dalam Rapat Pengurus.
(2) Pembelaan diri dapat juga dilakukan di forum Konferensi Cabang dan Kongres.
Pasal 7
(1) Keanggotaan gugur karena :
a. Meninggal dunia;
b. Tidak melakukan lagi profesi kewartawanan disebabkan beralih profesi;
c. Media tempatnya bekerja berhenti terbit/beroperasi, dan anggota bersangkutan tidak melanjutkan kegiatan kewartawanannya di media lain;
d. Mengundurkan diri.
e. Pemberhentian penuh.
(2) Dalam hal ada media yang berhenti terbit/beroperasi, berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Selama 6 (enam) bulan anggota bersangkutan tetap dalam status keanggotaannya;
b. Keanggotaan gugur, jika setelah 6 bulan anggota bersangkutan tidak melanjutkan kegiatan kewartawanannya di media lain atau tidak melaporkan kepindahannya ke media lain kepada Pengurus Cabang;
c. Anggota yang pindah ke media lain harus mengganti Kartu Anggotanya.
(3) Anggota yang dipensiunkan oleh media tempatnya bekerja tetapi melanjutkan kegiatan kewartawanannya secara aktif dan kontinu, dapat tetap menjadi anggota.
(4) Yang diatur di dalam ayat (1-b, 1-c dan 1-d) serta ayat (2) dan (3) Pasal ini, adalah khusus bagi Anggota Biasa dan Anggota Muda.
(5) Mereka yang gugur keanggotaan sebagai Anggota Biasa dikarenakan alasan sebagaimana dimaksud di dalam Ayat (1-b, 1-c, 1-d dan 1-e) dan Ayat (3) Pasal ini dapat menjadi Anggota Luar Biasa.
Pasal 8
(1) Anggota yang telah dijatuhi sanksi hukuman organisatoris dapat mengajukan permohonan rehabilitasi kepada Pengurus Pusat melalui Pengurus Cabang.
(2) Anggota yang dikenakan pemberhentian sementara langsung direhabilitasi pada saat skorsingnya berakhir, kecuali jika anggota yang bersangkutan menyatakan mengundurkan diri.
Pasal 9
(1) Setiap anggota Biasa dan anggota Muda memperoleh Kartu Anggota dan sekaligus berlaku sebagai Kartu Pers.
(2) Anggota Biasa harus memperbarui Kartu Anggotanya setiap tiga tahun, dan Anggota Muda harus memperbaharui kartu anggotanya setelah dua tahun.
(3) Kartu Anggota Luar Biasa berlaku sampai dengan berakhirnya masa bakti Penurus yang mengangkatnya.
(4) Kartu Anggota bagi anggota yang sudah berusia 60 tahun berlaku untuk seumur hidup, dengan ketentuan selama yang bersangkutan tetap menjalankan profesi kewartawanan dan telah menjadi Anggota PWI sekurang-kurangnya 15 tahun
Pasal 10
(1) Keanggotaan seseorang disesuaikan dengan wilayah tempat anggota bersangkutan melaksanakan profesi kewartawanannya secara permanen.
(2) Anggota yang domisili penugasannya sebagai wartawan pindah ke wilayah Cabang PWI lain harus memutasikan keanggotaannya ke Cabang PWI yang baru.
(3) Permohonan mutasi diajukan oleh anggota bersangkutan kepada Pengurus Cabang PWI asal dengan tembusan kepada Pengurus Cabang PWI di daerah tujuan dan kepada Pengurus Pusat PWI.
(4) Surat Keputusan pemutasian dikeluarkan oleh Pengurus Cabang PWI asal dengan tembusan kepada Pengurus Cabang PWI di daerah tujuan, dan kepada Pengurus Pusat PWI.
(5) Tembusan Surat Keputusan pemutasian yang disampaikan kepada Pengurus Cabang PWI di daerah tempat domisili tugas yang baru harus disertai berkas keanggotaan yang bersangkutan.
(6) Anggota bersangkutan harus mengajukan permohonan penggantian Anggota/Pers PWI kepada Pengurus Cabang PWI di tempat penugasannya yang baru.
(7) Ketentuan Pasal 10 ini tidak berlaku bagi anggota yang pemindahan penugasannya bersifat sementara (tidak lebih dari satu tahun).
Pasal 11
(1) Anggota yang pindah ke media lain harus melaporkan kepindahannya kepada Pengurus Cabang PWI, sekaligus mengajukan permohonan penggantian Kartu Anggota/Pers.
(2) Laporan kepindahan dan permohonan penggantian Kartu Anggota/Pers harus dilampiri :
a. Fotokopi Surat Keputusan Pemberhentian yang dikeluarkan oleh media anggota bersangkutan semula bekerja.
b. Fotokopi Surat Keputusan pengangkatan anggota bersangkutan menjadi wartawan di media yang baru.
Pasal 12
Bagi Anggota PWI yang membelot/keluar dari PWI harus dibuatkan berita acara dan bila berkeinginan kembali lagi kepada PWI, berlaku ketentuan : Keanggotaannya di PWI diperlakukan sebagai Anggota Baru.
Pasal 13
(1) Kartu Anggota/Pers PWI dikeluarkan oleh Pengurus Pusat PWI.
(2) Atas permohonan anggota bersangkutan, dan dengan rekomendasi dari Pengurus Cabang PWI, Kartu Anggota/Pers yang hilang atau rusak diganti oleh Pengurus Pusat PWI.
BAB IV
PENGURUS PUSAT PWI
Pasal 14
(1) Personalia Penasihat, Pengurus Harian Pusat PWI, Ketua Departemen dan Direktur Program ditetapkan oleh Ketua Umum terpilih dibantu oleh Formatur, dan sudah menjadi Anggota Biasa sekurang-kurangnya 5 tahun.
(2) Susunan Pengurus Pusat PWI sebagaimana dimaksud ayat (1) sudah terbentuk dan diumumkan pada penutupan Kongres.
(3) Anggota yang tidak hadir dapat ditetapkan menjadi Pengurus Pusat PWI sebagaimana dimaksud ayat (1) dan yang bersangkutan menyatakan kesediaannya secara tertulis.
(4) Formatur terdiri atas Ketua Umum terpilih ditambah 4 (empat) anggota formatur lainnya yang dipilih/ditetapkan oleh Kongres.
(5) Pemilihan Ketua Umum dan anggota Formatur dilakukan melalui musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara.
(6) Jika di antara 2 Kongres terjadi lowongan dalam Pengurus Pusat PWI, pengisian dilakukan melalui rapat pleno Pengurus Pusat PWI.
(7) Penggantian anggota Pengurus Pusat PWI yang tidak aktif atas usul Ketua Umum atau atas usul anggota Pleno, harus mendapatkan persetujuan rapat Pleno Pengurus Pusat PWI, dengan terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan melakukan klarifikasi.
Pasal 15
(1) Penasihat berwenang memberikan usul, saran, dan pertimbangan kepada Pengurus Harian, Ketua Departemen, Direktur Progam maupun Dewan Kehormatan, diminta atau tidak diminta.
(2) Penasihat berhak menghadiri Rapat Pleno Pusat PWI maupun Rapat Pengurus Harian.
Pasal 16
(1) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Pengurus Harian Pusat PWI:
a. Melaksanakan semua upaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, sesuai program yang ditetapkan oleh Kongres;
b. Mengambil keputusan yang dianggap perlu;
c. Mewakili organisasi baik ke dalam maupun ke luar;
d. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Kongres.
(2) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Ketua Umum:
a. Menggerakkan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan Pengurus Harian dan Departemen- Departemen dan direktur;
b. Mewakili organisasi ke dalam maupun ke luar;
c. Bersama Sekretaris Jenderal atau Wakil Sekretaris Jenderal mengikat dan menandatangani perjanjian dengan pihak luar yang telah disetujui oleh sekurang-kurangnya Pengurus Harian dan setelah meminta pertimbangan para Panasihat;
d. Bersama Sekretaris Jenderal atau Wakil Sekretaris Jenderal dan Ketua Bidang bersangkutan menadatangani surat-surat keputusan, instruksi, dan surat edaran intern;
e. Bersama Sekretaris Jenderal atau Wakil Sekretaris Jenderal menandatangani surat-surat untuk pihak luar.
f. Menunjuk salah seorang Ketua Bidang atau anggota Pengurus Harian lain untuk mewakilinya, baik dalam kegiatan intern maupun ekstern.
(3) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Ketua Bidang Organisasi dan Daerah:
a. Melaksanakan program dan keputusan organisasi yang berkaitan dengan aspek keorganisasian, keanggotaan, dan daerah baik yang bersifat pembinaan maupun pengawasan administrasi.
b. Berkoordinasi dengan Ketua Bidang bersangkutan dan Sekretaris Jenderal dalam melaksanakan hal-hal yang dimaksud di dalam butir (a).
c. Menghadiri setiap Konferensi Cabang dan Konferensi Kerja Cabang.
d. Melaksanakan hal-hal yang dilimpahkan oleh Ketua Umum.
(4) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Ketua Bidang Pembelaan Wartawan:
a. Melaksanakan pemberian bantuan hukum kepada wartawan dalam kasus delik pers, baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap persidangan di tingkat pengadilan negeri sampai dengan kasasi dan grasi;
b. Mewakili PWI dalam penyelesaian perselisihan antara wartawan dengan manajemen media tempatnya bekerja, termasuk pemberian bantuan hukum;
c. Mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan yang menghambat kemerdekaan pers dan tugas-tugas jurnalistik.
d. Membentuk Kelompok Kerja Bantuan Hukum.
e. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua Umum.
(5) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang :
a. Melaksanakan program organisasi di bidang pendidikan dan pelatihan wartawan
b. Melaksanakan program organisasi di bidang penelitian dan pengembangan profesi kewartawanan maupun pers secara keseluruhan.
c. Memasyarakatkan hasil penelitian dan pengembangan, baik di kalangan masyarakat pers, maupun kalangan pemerintah maupun masyarakat luas, dengan menerbitkan majalah, dan atau cara-cara lain;
d. Mengusulkan pengangkatan Direktur Program Pendidikan & Pelatihan serta Direktur Penelitan & Pengembangan kepada Ketua Umum;
e. Melaksanakan hal-hal yang dilimpahkan oleh Ketua umum.
(6) Tugas, wewenang,dan tanggungjawab Ketua Bidang Luar Negeri:
a. Melaksanakan program dan keputusan-keputusan organisasi di bidang hubungan luar negeri;
b. Membangun kerjasama dengan lembaga, instansi, dan organisasi internasional di dalam dan luar negeri.
c. Mewakili Ketua Umum di forum-forum pertemuan regional maupun internasional;
d. Duduk sebagai wakil PWI di organisasi-organisasi wartawan regional maupun internasional;
e. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua Umum.
(7) Tugas wewenang, dan tanggungjawab Ketua Bidang Kesejahteraan:
a. Melaksanakan program organisasi di bidang kesejahteraan wartawan.
b. Mendorong berfungsinya Koperasi dan pembentukan badan-badan usaha lain untuk kesejahteraan organisasi dan anggota.
c. Melaksanakan hal-hal yang dilimpahkan Ketua Umum
(8) Tugas, wewenang dan tanggungjawab Ketua Bidang Media Cetak, Radio, Televisi dan Multi Media:
a. Bersama Ketua Bidang Organisasi melaksanakan program dan keputusan organisasi yang berkaitan dengan keorganisasian dan keanggotaan yang bersifat pembinaan dan pengawasan maupun administrasi, disesuaikan dengan jenis medianya;
b. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua Umum kepadanya.
(9) Tugas, wewenang, dan tanggunjawab Sekretaris Jenderal :
a. Bersama Ketua Umum melaksanakan hal-hal yang diatur di dalam ayat (2) butir (c, d, e, f) Pasal ini;
b. Memimpin penyelenggaraan kegiatan kesekretariatan;
c. Mengatur penugasan jajaran Staf Sekretariat;
d. Melakukan penilitian, riset dan survei yang berkaitan dengan kehidupan dan penghidupan wartawan khususnya dan pers pada umumnya;
e. Melakukan pendataan keanggotaan PWI;
f. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua Umum.
(10)Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Wakil Sekretaris Jenderal:
a. Membantu Sekretaris Jenderal dalam penyelenggaraan kesekretariatan sehari-hari;
b. Mewakili Sekretaris Jenderal, jika Sekretaris Jenderal berhalangan;
(11) Tugas,wewenang, dan tanggungjawab Bendahara Umum:
a. Mencari dana yang sesuai perturan untuk kepetingan organisasi;
b. Mengelola keuangan dan harta kekayaan organisasi;
c. Bersama Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani cheque dan surat-surat berharga lainnya;
d. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua Umum.
(12) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Wakil Bendahara Umum adalah :
a. Mewakili Bedahara Umum, jika Bendahara Umum berhalangan;
b. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua Umum .
Pasal 17
(1) Ketua Departemen dan direktur program di bawah koordinasi Ketua Umum.
(2) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Ketua Departemen :
a. Bekerja sama dengan Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang melaksanakan program pengembangan kualitas profesi kewartawanan di bidang masing-masing, sesuai program organisasi yang diamanatkan oleh Kongres PWI;
b. Mengupayakan hal-hal yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan kewartarwanan di bidang masing-masing;
(3) Tugas, wewenang,dan tanggungjawab Direktur Program:
a. Menjalankan tugas khusus yang dilimpahkan oleh ketua umum .
b. Bekerjasama dengan pihak-pihak terkait sesuai dengan bidang tugasnya.
BAB V
PENGURUS CABANG PWI DAN PERWAKILAN
Pasal 18
(1) Pengurus Harian Cabang PWI dan Ketua Seksi ditetapkan oleh Ketua terpilih dibantu oleh Formatur yang memenuhi persyaratan sebagaimana di atur dalam Pasal 17 ayat (6) Peraturan Dasar.
(2) Personalia Pengurus Harian Cabang PWI ditetapkan melalui ketentuan sebagai berikut:
a. Konferensi Cabang memilih lebih dulu Ketua Cabang untuk masa kepengurusan mendatang;
b. Konfercab memilih Formatur sekurang-kurangnya 2 (dua) dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang, bertugas membantu Ketua Cabang terpilih dalam menetapkan Pengurus Harian Cabang PWI dan Ketua-Ketua Seksi;
c. Utusan Pengurus Pusat dapat ditetapkan menjadi salah satu anggota formatur di luar Ketua terpilih, atau sebagai pendamping formatur.
(3) Jika pemilihan melalui pemungutan suara, harus dilakukan secara tertulis serta bebas dan rahasia.
(4) Konferensi Cabang sedapat-dapatnya dihadiri oleh seorang atau lebih utusan Pengurus Pusat yang bertugas:
a. Memantau dan menjadi narasumber pelaksanaan Konfrensi Cabang agar sesuai dengan peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tanggga PWI ;
b. menjadi nara sumber dalam penyusunan kepengurusan;
c. mendampingi formatur,
(5) Dalam hal Konferensi Cabang gagal memilih Ketua Cabang dan Formatur, Konferensi harus diulang dalam jangka waktu paling lama 45 hari, dengan ketentuan bahwa untuk mencegah kevakuman, Pengurus Pusat dapat membentuk Caretaker Pengurus Cabang yang bertugas mempersiapkan Konferensi Cabang ulangan.
(6) Pengurus Harian dapat mengangkat Ketua-ketua Kelompok Kerja Wartawan dengan memperhatikan aspirasi para wartawan di bidang masing-masing.
(7) Masa bakti Pengurus Cabang 5 tahun, dan jika terjadi lowongan antar waktu, pengisiannya ditetapkan oleh Pengurus Pleno Cabang berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(8) Penggantian anggota Pengurus Cabang PWI yang tidak aktif atas usul Ketua Cabang atau atas usul anggota Pleno, harus mendapatkan persetujuan rapat Pleno Cabang, dengan terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan melakukan klarifikasi.
(9) Jika karena sesuatu hal jabatan Ketua Cabang lowong, penetapan penggantinya dilakukan melalui rapat pleno pengurus Cabang yang dihadiri oleh pengurus pusat.
Pasal 19
(1) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Pengurus Cabang:
a. Melaksanakan berbagai upaya yang diamanatkan di dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, sesuai program yang ditetapkan oleh Kongres serta dijabarkan oleh Konferensi Cabang;
b. Mewakili organisasi ke dalam maupun keluar;
c. Mengambil keputusan yang dianggap perlu;
d. Menjalin dan menggalang hubungan dan kerja sama dengan pimpinan media, unsur pemerintah, dan masyarakat;
e. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam Konferensi Cabang.
(2) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Ketua :
a. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab Pengurus Cabang sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) Pasal ini;
b. Mewakili organisasi ke dalam maupun ke luar;
c. Bersama Sekretaris atau Wakil Sekretaris menandatangani surat keputusan, instruksi, surat keluar, serta naskah kesepakatan dengan pihak-pihak di luar PWI;
d. Bersama Sekretaris dan Bendahara menandatangani cheque dan surat berharga lainnya.
(3) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Wkl Ketua Bidang Organisasi:
a. Menangani hal-hal yang berkaitan dengan seleksi penerimaan dan peningkatan status keanggotaan;
b. Menangani hal-hal yang berkaitan dengan penegakan disiplin anggota terhadap PD/PRT, Kode Etik Jurnalistik, dan keputusan-keputusan lain dari organisasi;
c. Melaksanakan hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua kepadanya.
(4) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan :
a. Melaksanakan pemberian bantuan hukum kepada wartawan dalam kasus delik pers;
b. Mewakili PWI dalam penyelesaian perselisihan wartawan dengan manajemen media tempatnya bekerja, termasuk pemberian bantuan hukum;
c. Membentuk Kelompok Kerja Bantuan Hukum;
d. Mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan yang menghambat kemerdekaan pers dan tugas-tugas jurnalistik;
e. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan Ketua.
(5) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Wakil Ketua Bidang Pendidikan:
a. Menangani hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan wartawan;
b Menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan setempat dalam rangka pengembangan kualitas wartawan dan kewartawanan;
c Melaksanakan hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua kepadanya.
(6) Tugas, wewenang, dan tanggung jawab Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan :
a. Menangani hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan anggota PWI;
b. Secara ex officio duduk di Badan Pengawas Koperasi Wartawan di tingkat Cabang.
c. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkan oleh Ketua.
(7) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Sekretaris:
a. Melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan kesekre-tariatan/administrasi;
b. Bersama Ketua menandatangani surat-surat keputusan, instruksi, dan surat-surat keluar;
c. Bersama Ketua dan Bendahara menandatangani cheque dan surat-surat berharga lainnya
(8) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Wakil Sekretaris
a. Membantu Sekretaris dalam menangani sehari-hari hal-hal yang berkaitan dengan kesekretariatan/administrasi;
b. Mewakili Sekretaris, jika Sekretaris berhalangan.
(9) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Bendahara :
a. Mengelola keuangan dan harta lain milik organisasi;
b. Bersama Ketua dan Sekretaris menandatangani cheque dan surat-surat berharga lainnya;
(10) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Wakil Bendahara :
a. Membantu Bendahara melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sehari-hari;
b. Mewakili Bendahara jika Bendahara berhalangan.
(11) Tugas, wewenang, dan tanggungjawab Ketua-Ketua Seksi:
a. Bekerja sama dengan Wakil Ketua Bidang Pendidikan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan wartawan di bidang masing-masing;
b. Mengkoordinasikan kegiatan peliputan di bidang masing-masing;
Pasal 20
(1) Ketua Perwakilan dipilih oleh Konferensi Perwakilan di antara anggota biasa yang hadir serta memenuhi persyaratan sebagaimana diatur di dalam Peraturan Dasar.
(2) Personalia Pengurus Perwakilan ditetapkan oleh Ketua terpilih bersama utusan Pengurus Cabang PWI.
(3) Masa bakti Pengurus Perwakilan 3 (tiga) tahun, dan jika terjadi lowongan antarwaktu, pengisiannya ditetapkan oleh Pengurus Perwakilan bersama utusan Pengurus Cabang.
(4) Pengurus Perwakilan mengemban tugas, wewenang, dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja yang ditetapkan oleh Konferensi Cabang serta dijabarkan oleh Konferensi Perwakilan;
b. Melaksanakan keputusan-keputusan Pengurus Cabang/Pusat;
c. Menjalin kerja sama baik dengan unsur pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 21
(1) Susunan personalia Pengurus Cabang yang sudah ditetapkan oleh Ketua dan Formatur terpilih dilaporkan kepada Pengurus Pusat untuk disahkan.
(2) Susunan personalia Pengurus Perwakilan yang sudah ditetapkan oleh Ketua Perwakilan terpilih bersama utusan Pengurus Cabang disahkan oleh Pengurus Cabang dan dilaporkan kepada Pengurus Pusat untuk mendapatkan pengukukuhan.
BAB VI
DEWAN KEHORMATAN
Pasal 22.
(1) Ketua Dewan Kehormatan dipilih oleh Kongres melalui sistem yang ditetapkan oleh Kongres;
(2) Melalui konsultasi dengan Penasihat dan Ketua Umum PWI, Ketua Dewan Kehormatan menetapkan Sekretaris merangkap anggota dan anggota lainnya;
(3) Dewan Kehormatan beranggotakan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang termasuk Ketua dan Sekretaris.
(4) Jika karena sesuatu hal jumlah anggota Dewan berkurang, pengisiannya ditetapkan oleh rapat pleno Dewan Kehormatan serta melalui konsultasi dengan para Penasihat dan Ketua Umum Pusat PWI.
(5) Anggota Dewan Kehormatan tidak boleh merangkap dengan jabatan kepengurusan di PWI maupun di partai politik dan organisasi yang terafiliasi.
(6) Dewan Kehormatan dipilih untuk jangka waktu 5 tahun dan bersifat otonom.
Pasal 23
(1) Bersama Pengurus Pusat PWI, Dewan Kehormatan mengemban tugas dan tanggung jawab :
a. Meningkatkan penghayatan dan ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik PWI dalam diri anggota;
b. Mensosialisasikan Kode Etik Jurnalistik di kalangan pemerintah dan masyarakat.
(2) Dewan Kehormatan adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menetapkan telah terjadinya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dan menetapkan sanksi terhadap pelanggarnya.
(3) Pada akhir masa baktinya, Dewan Kehormatan harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban di Kongres.
Pasal 24.
(1) Dewan Kehormatan berkewajiban melayani dan memproses pengaduan dari semua pihak
(2) Kasus pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dibahas dalam rapat pleno Dewan Kehormatan, dengan mengundang Penanggungjawab media atau wartawan bersangkutan .
(3) Jika karena sesuatu hal tidak dapat memenuhi ketentuan butir (2), Dewan Kehormatan harus memberikan kesempatan kepada Penanggungjawab media atau wartawan bersangkutan untuk menyampaikan penjelasan atau pembelaan secara tertulis, dengan ketentuan :
a. Penjelasan atau pembelaan secara tertulis harus disampaikan kepada Dewan Kehormatan dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan pengaduan yang dibuktikan dengan tanda penerimaan;
b. Jika setelah tenggang waktu sebagaimana dimaksud di dalam butir (a) ayat ini terlampaui, penjelasan/pembelaan tertulis tidak disampaikan, maka Penanggungjawab media atau wartawan bersangkutan dianggap telah melepaskan haknya untuk memberi penjelasan atau membela diri.
(4) Pembelaan dapat juga dilakukan oleh Tim Pembelaan Wartawan PWI Pusat.
(5) Jika dianggap perlu, Dewan Kehormatan dapat mengundang kehadiran pihak pengadu maupun pihak-pihak yang terkait untuk dimintai penjelasan/keterangan.
Pasal 25
(1) Wewenang Dewan Kehormatan:
a. Menerima atau menolak pengaduan;
b. Mengeluarkan keputusan bahwa telah terjadi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik;
c. Mempersilahkan pengadu menempuh jalur hukum;
d. Mengumumkan atau tidak mengumumkan keputusan yang telah diambil oleh Dewan Kehormatan.
(2) Keputusan Dewan Kehormatan bersifat final .
(3) Sanksi yang dapat dijatuhkan Dewan Kehormatan adalah :
a. Peringatan biasa;
b. Peringatan keras;
c. Skorsing dari keanggotaan PWI untuk selama-lamanya 2 (dua) tahun.
(4) Peringatan biasa maupun peringatan keras disampaikan oleh Dewan Kehormatan langsung kepada media/wartawan bersangkutan, dengan tembusan kepada Pengurus Pusat PWI dan Pengurus Cabang PWI, serta kepada pengadu.
(5) Keputusan skorsing keanggotaan disampaikan oleh Dewan Kehormatan kepada Pengurus Pusat PWI untuk dilaksanakan.
(6) Anggota PWI yang terkena hukuman karena pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dapat membela diri dalam/pada Kongres.
Pasal 26
(1) Masa bakti anggota Dewan Kehormatan Daerah 5 (lima) tahun.
(2) Ketua Dewan Kehormatan Daerah dipilih oleh Konfercab.
(3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Daerah sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
(4) Seseorang hanya boleh dipilih/diangkat menjadi anggota Dewan Kehormatan Daerah untuk dua kali masa bakti;
(5) Jika terjadi kekosongan antar waktu, penggantianya ditetapkan oleh Pleno Dewan Kehormatan Daerah melalui konsultasi dengan Pengurus Cabang PWI.
(6) Dewan Kehormatan Daerah bersifat otonom
Pasal 27
(1) Tugas, wewenang, dan tanggung jawab Dewan Kehormatan Daerah adalah :
a. Bersama Pengurus Cabang PWI melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) Pasal 22 Peraturan Rumah Tangga;
b. Memantau mengamati pentaatan Kode Etik Jurnalistik oleh wartawan di lapangan;
c. Menerima pengaduan dari semua pihak
(2) Dewan Kehormtan Daerah berwenang memberikan peringatan tertulis kepada media dan atau wartawan yang dinilainya telah melanggar Kode Etik Jurnalistik, dengan ketentuan tembusan surat peringatan tersebut disampaikan kepada Dewan Kehormatan dan Pengurus Cabang PWI, dilampiri penjelasan.
(3) Dewan Kehormatan Daerah berwenang memproses pengaduan dengan memeriksa kedua belah pihak.
(4) Pada akhir masa baktinya, Dewan Kehormatan Daerah harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban pada Konferensi Cabang.
Pasal 28
(1) Pembiayaan Dewan Kehormatan dibebankan kepada Pengurus Pusat PWI dan Dewan Kehormatan Daerah kepada Pengurus Cabang PWI.
(2) Dalam hal Dewan Kehormatan dan atau Dewan Kehormatan Daerah diminta menghadirkan saksi ahli dalam kasus delik pers dan jika untuk itu diperlukan pembiayaan, Dewan dapat meminta bantuan dari media bersangkutan
(3) Pembiayaan Dewan Kehormatan dibebankan kepada Pengurus Pusat PWI dan Dewan Kehormatan Daerah kepada Pengurus Cabang PWI.
BAB VII
PERMUSYAWARATAN
Pasal 29
(1) Kongres dihadiri oleh Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan, dan utusan Cabang.
(2) Jumlah utusan Cabang ditetapkan oleh Pengurus Pusat, dengan ketentuan harus terdiri dari Pengurus Harian.
(3) Utusan Cabang harus membawa mandat dari Pengurus Cabang.
(4) Cabang dapat mengirim Peninjau yang terdiri atas anggota biasa PWI, yang jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
Pasal 30
(1) Kongres dilaksanakan berdasarkan Peraturan Tata Tertib yang ditetapkan oleh Kongres.
(2) Kongres sah jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya duapertiga jumlah Cabang.
(3) Jika yang hadir kurang dari duapertiga jumlah Cabang, Kongres ditunda dan harus diulang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan, dengan ketentuan Kongres ulangan sah sekalipun dihadiri oleh kurang dari duapertiga jumlah Cabang.
(4) Cabang tidak boleh memberikan mandat kepada Cabang lain.
Pasal 31
(1) Dalam mengambil keputusan, Kongres harus mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila musyawarah tidak menghasilkan mufakat, keputusan diambil melalui pemungutan suara, dengan ketentuan :
a. Keputusan sah, jika disetujui atau ditolak oleh sekurang-kurangnya setengah tambah satu ( 50% tambah satu) jumlah suara yang hadir;
b. Apabila persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud di dalam butir (a) ayat ini tidak tercapai, pemungutan suara harus diulang dan keputusan sah jika disetujui atau ditolak oleh suara terbanyak;
c. Pemungutan suara mengenai orang harus dilakukan secara tertulis dan rahasia.
(3) Setiap Cabang memiliki sekurang-kurangnya satu hak suara, dengan ketentuan :
a. Cabang dengan jumlah anggota lebih dari 100 tapi di bawah 200 mempunyai dua hak suara;
b. Cabang dengan jumlah anggota lebih dari 200 tapi kurang dari 400 mempunyai hak tiga hak suara;
c. Cabang dengan jumlah anggota lebih dari 400 tapi kurang dari 600 mempunyai empat hak suara;
d. Cabang dengan jumlah anggota lebih dari 600 tapi kurang dari 800 mempunyai lima hak suara.
e. Cabang dengan jumlah anggota lebih dari 800 tapi kurang dari 1.000 mempunyai enam hak suara;
f. Cabang dengan jumlah anggota lebih dari 1.000 mempunyai tujuh hak suara.
Pasal 32
(1) Kongres Luar Biasa diadakan jika diminta oleh sekurang-kurangnya setengah tambah satu (50% tambah 1) jumlah Cabang mengenai masalah-masalah mendesak.
(2) Kongres Luar Biasa tidak berwenang mengubah Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga serta Kode Etik Jurnalistik
Pasal 33
(1) Peserta Konferensi Kerja Nasional terdiri atas Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan dan utusan Pengurus Cabang.
(2) Ketentuan-ketentuan mengenai pengambilan keputusan di dalam Kongres berlaku bagi Konferensi Kerja Nasional.
Pasal 34
(1) Konferensi Cabang diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali untuk:
a. Memilih Ketua Cabang, Formatur dan Ketua Dewan Kehormatan Daerah;
b. Menetapkan program kerja dan keputusan-keputusan lain.
(2) Konferensi Cabang sah, jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya duapertiga jumlah anggota Biasa, dengan ketentuan :
Jika anggota Biasa yang hadir kurang dari duapertiga, Konferensi harus diulang selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan;
(3) Anggota Biasa yang tidak bisa hadir dapat memberikan mandat tertulis, kepada anggota Biasa lain dengan ketentuan seorang anggota Biasa hanya boleh menjadi mandataris dari sebanyak-banyaknya tiga anggota Biasa lain, kecuali :
Bagi Cabang PWI yang memiliki jumlah anggota antara
a. 500 – 1000 anggota, seorang anggota Biasa dapat menjadi mandataris maksimal 5 (lima) orang anggota Biasa lainnya;
b. Bagi Cabang PWI yang memiliki jumlah anggota 1.000 ke atas, dan karena masalah geografis (seperti Cabang PWI Papua), seorang anggota Biasa dapat menjadi mandataris maksimal 10 (sepuluh) orang anggota Biasa lainnya.
(4) Anggota yang memberikan mandat dianggap hadir.
(5) Dalam mengambil keputusan, Konferensi Cabang harus mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan ketentuan:
a Jika musyawarah tidak menghasilkan mufakat, keputusan diambil melalui pemungutan suara;
b. Keputusan sah, jika disetujui atau ditolak oleh sekurang-kurangnya setengah tambah satu (50% tambah 1) jumlah anggota yang hadir;
c. Jika persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) ayat ini tidak tercapai, pemungutan suara harus diulang, dan keputusan sah jika disetujui atau ditolak oleh suara terbanyak.
Pasal 35
(1) Konferensi Perwakilan diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali untuk:
a. Memilih Ketua Perwakilan;
b. Melaksanakan program kerja Cabang dan keputusan-keputusan lain.
(2) Konferensi Perwakilan sah jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya duapertiga jumlah anggota Biasa, dengan ketentuan:
Jika anggota Biasa yang hadir kurang dari duapertiga, Konferensi ditunda selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan;
Pasal 36
(1) Cabang harus mengadakan Konferensi Kerja Cabang sekurang-kurangnya satu kali dalam setiap masa kepengurusan.
(2) Konferensi Kerja Cabang diadakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program kerja.
(3) Anggota Biasa yang tidak bisa hadir dapat memberikan mandat tertulis, kepada anggota Biasa lain dengan ketentuan seorang anggota Biasa hanya boleh menjadi mandataris dari sebanyak-banyaknya 3 (tiga) anggota Biasa lain.
(4) Anggota yang memberikan mandat dianggap hadir.
(5) Dalam mengambil keputusan, Konferensi Perwakilan harus mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan ketentuan:
a. Jika musyawarah tidak menghasilkan mufakat, keputusan diambil melalui pemungutan suara;
b. Keputusan sah, jika disetujui atau ditolak oleh sekurang-kurangnya setengah tambah satu (50% tambah 1) jumlah anggota yang hadir.
c. Jika persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) ayat ini tidak tercapai, pemungutan suara harus diulang, dan keputusan sah jika disetujui atau ditolak oleh suara terbanyak.
Pasal 37
(1) Di tingkat Cabang dapat diadakan Konferensi Luar Biasa Cabang, jika diminta oleh sekurang-kurangnya duapertiga jumlah anggota Biasa.
(2) Bagi Konferensi Luar Biasa berlaku ketentuan-ketentuan mengenai mandat dan pengambilan keputusan sebagaimana yang berlaku bagi Konferensi Cabang.
BAB VIII
KEKAYAAN
Pasal 38
(1) Anggota Biasa dan Anggota Muda wajib membayar iuran bulanan yang besarnya ditetapkan oleh Pengurus Pusat PWI.
(2) Cabang wajib menyetorkan kepada Pengurus Pusat 25% dari uang iuran
Pasal 39
(1) Pengurus Pusat, Pengurus Cabang, dan Pengurus Perwakilan harus secara periodik menginventarisasi kekayaan organisasi, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
(2) Inventarisasi kekayaan organisasi harus dilaporkan dalam Kongres oleh Pengurus Pusat, dan dalam Konferensi Cabang/Perwakilan oleh Pengurus Cabang/Perwakilan.
(3) Laporan pertangungjawaban keuangan pengurus pusat kepada kongres diaudit oleh akuntan publik.
(4) Di tingkat cabang /perwakilan jika belum mungkin diaudit oleh akuntan publik, laporan keuangan dapat diteliti oleh oleh Tim Verifikasi yang dibentuk oleh konferensi cabang/perwakilan.
(5) Cabang wajib melaporkan kekayaan oranisasi cabang kepada pusat untuk dicatat;
Pengalihan aset tetap cabang kepada pihak lain harus memperoleh persetujuan Pusat
BAB IX
PEMBEKUAN CABANG/PERWAKILAN
DAN PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 40
(1) Pengurus Pusat dapat membekukan pengurus Cabang yang tidak memenuhi ketentuan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI.
(2) Pengurus Cabang dapat membekukan atau membubarkan suatu Perwakilan di daerahnya, dan melaporkan kepada Pengurus Pusat yang dapat mengukuhkan atau menunda atau membatalkan pembekuan atau pembubaran tersebut.
(3) Perwakilan dan anggota yang Pengurus Cabangnya dibekukan diurus langsung oleh Pengurus Pusat sampai terbentuknya Pengurus Baru.
(4) Pembekuan Cabang atau Perwakilan harus dipertanggung-jawabkan oleh Pengurus Pusat di Kongres dan pengurus cabang di Konfrensi cabang.
Pasal 41
(1) Pembubaran organisasi hanya boleh diputuskan oleh Kongres yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya duapertiga jumlah Cabang serta disetujui oleh sekurang-kurangnya duapertiga jumlah suara.
(2) Kongres menentukan penggunaan kekayaan organisasi setelah organisasi dibubarkan.
BAB X
PENUTUP
Pasal 42
(1) Hal-hal lain yang belum diatur di dalam Peraturan Rumah Tangga, apabila diperlukan dapat diatur oleh Pengurus Pusat, selama hal itu tidak bertentangan dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, untuk kemudian dipertanggungjawabkan kepada Kongres.
(2) Setiap perubahan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga yang telah disahkan oleh Kongres harus dibuat dalam akte notaris.
KODE ETIK JURNALISTIK
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan terutama anggota PWI.
PENAFSIRAN
PEMBUKAAN
Kode Etik Jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawan dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh Pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran ialah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang dijamin konstitusi, mengingat negara kesatuan Republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap wartawan wajib menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya untuk mengeluarkan pikiran.
Wartawan bersama seluruh masyarakat, wajib mewujudkan prinsip-prinsip kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat.
Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya dapat dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik, dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai integritas profesi tersebut.
Mengingat perjuangan wartawan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia, maka selain bertanggungjawab kepada hati nuraninya, setiap wartawan wajib bertangungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Sadar akan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya itu, dan untuk melestarikan kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat serta kepercayaan masyarakat, maka dengan ikhlas dan penuh kesadaran wartawan menetapkan kode etik jurnalistik yang wajib ditaati dan diterapkan.
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
PENAFSIRAN
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Wartawan harus memiliki kepribadian dalam arti keutuhan dan keteguhan jati diri, serta integritas dalam arti jujur, adil, arif dan terpercaya.
Kepribadian dan integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik mencerminkan tekad PWI mengembangkan dan memantapkan sosok Wartawan sebagai profesional, penegak kebenaran, nasionalis, konstitusional dan demokratis serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1
Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap independen serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
PENAFSIRAN
Pasal 1
1. Semua perilaku, ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi, dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada Konstitusi Negara.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
• Berani membela kebenaran dan keadilan;
• Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
• Bersikap demokratis
• Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
• Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
• Terampil dalam menerapkannya;
• Tata cara pengujian yang obyektif;
• Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.
Pasal 2
Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi terhadap jenis kelamin, orang cacat, sakit, miskin atau lemah.
PENAFSIRAN
Pasal 2
Wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar dengan tolok ukur :
Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer, dan berita yang bersifat spekulatif.
Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras dan antargolongan.
Pasal 3
Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasional.
PENAFSIRAN
Pasal 3
1. Yang dimaksud tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
2. Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak.
3. Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap serta langkah yang tepat.
4. Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
5. Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
6. Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan
7. Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan.
Pasal 4
Wartawan tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suar, suara dan gambar), yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
PENAFSIRAN
Pasal 4
1. Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang, atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di layar televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
BAB II
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya. Penyiaran karya jurnalistik rekaulang dilengkapi dengan keterangan, data tentang sumber rekayasa yang ditampilkan.
PENAFSIRAN
BAB II
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
1. Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing kasus secara proporsional.
2. Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.
3. Tidak mencampuradukkan fakta dan opini, artinya seorang wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta.
Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya.
Pasal 6
Wartawan menghormati dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) kehidupan pribadi, kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN
Pasal 6
Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila seseorang. Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
Pasal 7
Wartawan selalu menguji informasi, menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta menghormati asas praduga tak bersalah.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.
PENAFSIRAN
Pasal 7
Seseorang tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan sesuatu tindak pidana atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada putusan tetap pengadilan.
Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun yang memberatkan.
Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan.
Pasal 8
Wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
PENAFSIRAN
Pasal 8
Tidak menyebut nama dan identitas korban, artinya pemberitaan tidak memberikan petunjuk tentang siapa korban perbutan susila tersebut baik wajah, tempat kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal, namun boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur korban. Kaidah-kaidah ini juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan di bawah umur (di bawah 16 tahun).
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
Wartawan menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita, kecuali dalam peliputan yang bersifat investigative.
PENAFSIRAN
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
1. Sopan, artinya wartawan berpenampilan rapi dan bertutur kata yang baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar, menyudutkan, a priori, dan sebagainya, terhadap sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3 Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga sumber berita memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (in-depth reporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita.
Pasal 10
Wartawan dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang tidak akurat dengan disertai permintaan maaf, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.
PENAFSIRAN
Pasal 10
Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberitakan.
Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
Pasal 11
Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita .
PENAFSIRAN
Pasal 11
1. Sumber berita merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau memastikan kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.
2. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksian langsung.
Ketokohan/Keterkenalan
Pengalaman.
Kedudukan/jabatan terkait.
Keahlian.
Pasal 12
Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
PENAFSIRAN
Pasal 12
Mengutip berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa menyebut sumbernya merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.
Pasal 13
Wartawan dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk melindungi identitas dan keberadaan narasumber yag tidak ingin diketahui. Segala tanggung jawab akibat penerapan hak tolak ada pada wartawan yang bersangkutan.
PENAFSIRAN
Pasal 13
1. Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data.
2. Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.
3. Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan kata-kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini, wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau penyiaran berita tersebut.
Pasal 14
Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.
PENAFSIRAN
Pasal 14
1. Embargo, yaitu permintaan menunda penyiaran suatu berita sampai batas waktu yang ditetapkan oleh sumber berita, wajib dihormati.
2. Bahan latar belakang adalah informasi yang tidak dapat disiarkan langsung dengan menyebutkan identitas sumber berita, tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk dikembangkan dengan penyelidikan lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau dijadikan dasar bagi suatu karangan atau ulasan yang merupakan tanggung jawab wartawan bersangkutan sendiri.
3. Keterangan “off the record” atau keterangan bentuk lain yang mengandung arti sama diberikan atas perjanjian antara sumber berita dan wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
PENAFSIRAN
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan sebagai acuan moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar untuk menaatinya.
Pasal 16
Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
PENAFSIRAN
Pasal 16
Penaatan dan pengamalan kode etik jurnalistik bersumber dari hati nurani masing-masing wartawan.
Pasal 17
Wartawan mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan dan atau medianya berdasar pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.
PENAFSIRAN
Pasal 17
1. Kode Etik Jurnalistik ini merupakan pencerminan adanya kesadaran profesional. Hanya PWI yang berhak mengawasi pelaksanaannya dan atau menyatakan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh wartawan serta menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan.
2. Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap penulisan atau penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada PWI melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap pengaduan akan ditangani oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam pasal-pasal 22, 23, 24, 25, 26 dan 27 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga dan Kode Etik Jurnalistik PWI sesuai dengan hasil Kongres XXII PWI di Banda Aceh 27-29 Juli 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar