Pertama, kenali calonnya. Sebelum menentukan pilihan, sebaiknya pemilih mengenal dan mengetahui riwayat hidup calon dan partai politik yang mengusungnya. Pengenalan riwayat hidup calon tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktifitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari bersama-sama dengan masyarakat.
Pengenalan riwayat hidup calon dan
partai politik pengusung ini, juga merupakan hal penting yang harus dilakukan
oleh pemilih dan masyarakat. Melalui pengenalan riwayat hidup, para pemilih dan
masyarakat setidak-tidaknya mempunyai gambaran dan informasi dasar mengenai
calon, dan partai yang mengusungnya, sehingga ketika menentukan pilihannnya,
para pemilih dapat menimbang baik-buruknya calon tersebut. Menentukan pilihan
terhadap calon tanpa informasi sama sekali, tentu sangat beresiko, karena
sangat mungkin terpilih calon-calon dengan latar belakang riwayat hidup yang
tidak sesuai dengan harapan. Sekali lagi, kecermatan dan kecerdasan pemilih
dituntut untuk menilai riwayat hidup calon tersebut. Dalam beberapa kasus,
seringkali para calon membuat riwayat hidupnya sedemikian lengkap dan bagus.
Dalam hal inilah diperlukan kecermatan dan kecerdasan pemilih untuk menilai
riwayat hidup tersebut, melalui berbagai cara yang dimungkinkan.
Kedua,
ketahui visi, misi dan programnya. VISI merupakan rangkaian kalimat yang
menyatakan cita-cita atau impian seorang calon yang ingin dicapai ketika
“MENJADI”. Visi, antara lain harus mengandung karakteristik seperti, dapat di
bayangkan, menarik, realistis dan dapat dicapai, jelas, aspiratif dan responsif
terhadap perubahan lingkungan, serta mudah dipahami. Para Pemilih dan
masyarakat dapat mengetahui visi calon dapat dicermati melalui kampanye maupun
pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh calon. Masyarakat juga dapat mendiskusikan
visi calon tersebut dengan berbagai elemen masyarakat, sehingga memperluas
pemahaman dan pengetahuan mengenai implikasi dari visi para calon tersebut.
MISI merupakan lanjutan dari visi.
Pada dasarnya, misi merupakan alasan mendasar eksistensi dari VISI. Misi
biasanya sudah mengarahkan secara tegas calon menuju suatu tujuan yang secara
teknis dapat dijabarkan ke dalam program-program. Penting kiranya para pemilih
untuk melihat korelasi antara visi, misi, dan program. Misi menempati posisi
strategis, karena secara filosofis harus mampu menterjemahkan visi dan secara
teknis harus mampu diimplemantasikan ke dalam program. Hubungan visi, misi dan
program tersebut menjadi titik fokus perhatian para pemilih dan masyarakat
dalam melihat kapabilitas calon. Para pemilih dan masyarakat harus kritis dalam
mencermati misi para calon, karena misi merupakan langkah awal menuju program
yang secara teknis dapat dicermati dengan lebih mudah. Jika misi para calon tersebut
tidak jelas, maka sudah dapat dipastikan program yang ditawarkan juga perlu
dipertanyakan, “apakah para calon betul-betul berfikir secara konseptual?”
Apabila para calon tidak dapat berfikir secara konseptual, tentu patut
dipertanyakan kemampuan mereka dalam mengemban amanah penyelenggara negara dan
pemerintahan.
Ketiga, pastikan pilihannya. Mendekati hari pemungutan suara,
para pemilih seharusnya mengenali surat suara yang akan dipergunakan dalam
Pemilukada. Surat Suara yang digunakan untuk pemilu kepala daerah dan wakil
kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan
walikota dan wakil walikota). Surat suara ini berisi nama, nomor urut dan foto
calon kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan
walikota dan wakil walikota). Para pemilih dalam menentukan pilihannya
memberikan tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat 1 (satu) pasangan calon
yang berisi nomor urut, atau foto, atau nama calon. Apabila calon sudah
dikenalnya, sepakat visi, misi dan programnya tetapi pada saat pemungutan suara
tidak dipastikan pilihannya dengan mencoblosnya maka tidak ada gunanya atau
sia-sia. Karena itu, kalau kita mengambil sikap abstain (golput), meskipun ini
juga bagian dari hak warga negara, berarti kita telah mempersilahkan diri
"disandera" selama lima tahun oleh pemimpin yang sebenarnya tidak
kita kehendaki. Namun demikian, kita juga harus bisa memahami jalan berpikir
beberapa kalangan yang memilih untuk "tidak memilih".
Keempat, (setelah pesta demokrasi usai) awasi kinerjanya. Proses demokrasi di aras lokal
tidak berhenti sampai dengan terpilihnya kepala daerah dan wakil kepala daerah
melainkan harus lebih luas dan dalam, termasuk menyangkut apakah kepemimpinan
politik-pemerintahan yang terpilih bisa berorientasi pada kebutuhan dan
kepentingan masyarakat banyak. Pemilukada bisa dianggap “gagal” apabila
kepemimpinan politik-pemerintahan yang terbangun justru merepresentasikan
kepentingan segelitir elite politik (oligarkis) yang berkuasa. Oleh karena,
Pemilukada yang memungkinkan warga memilih pemimpin mereka secara langsung-
harus diikuti oleh perluasan voice, akses dan kontrol masyarakat untuk terlibat
secara partisipatoris dalam proses-proses kebijakan. Karena melalui model
demokrasi partisipatoris itulah warga masyarakat akan mempunyai kesempatan
untuk mengimbangi model demokrasi perwakilan dan perwalian.
Kecermatan
dan kecerdasan pemilih dalam Pemilukada merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam menentukan pilihan. Kesa-lahan menilai calon, visi, misi dan
program-program para calon akan menimbulkan kesalahan dalam menentuan pilihan.
Kesalahan menentukan pilihan akan mengakibatkan terpilihnya orang-orang yang
tidak tepat untuk mengemban tugas-tugas kenegaraan dan pemerintahan. Kesadaran
pemilih tentang perlunya mencermati secara cerdas para calon, menjadi kunci
utama terpilihnya para wakil rakyat dan pemimpin pemerintahan yang benar-benar
dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Kesadaran
inilah yang seharusnya terus dibangun oleh para pemilih dan masyarakat,
sehingga Pemilukada sebagai instrumen pelaksanaan demokrasi benar-benar
bermakna bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain
itu kesadaran kritis yang perlu dimiliki, bahwa Pemilu adalah persoalan
penentuan orang yang akan menentukan nasibnya. Tanpa bekerjanya prinsip-prinsip
demokrasi maka pemilu sama saja dengan “buang-buang uang” untuk sesuatu yang
tidak bermakna.
(dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar