Kamis, 15 Agustus 2013

Empat langkah menjadi pemilih cerdas


Pertama, kenali calonnya. Sebelum menentukan pilihan, sebaiknya pemilih mengenal dan mengetahui riwayat hidup calon dan partai politik yang mengusungnya. Pengenalan riwayat hidup calon tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktifitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari bersama-sama dengan masyarakat.

Pengenalan riwayat hidup calon dan partai politik pengusung ini, juga merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh pemilih dan masyarakat. Melalui pengenalan riwayat hidup, para pemilih dan masyarakat setidak-tidaknya mempunyai gambaran dan informasi dasar mengenai calon, dan partai yang mengusungnya, sehingga ketika menentukan pilihannnya, para pemilih dapat menimbang baik-buruknya calon tersebut. Menentukan pilihan terhadap calon tanpa informasi sama sekali, tentu sangat beresiko, karena sangat mungkin terpilih calon-calon dengan latar belakang riwayat hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Sekali lagi, kecermatan dan kecerdasan pemilih dituntut untuk menilai riwayat hidup calon tersebut. Dalam beberapa kasus, seringkali para calon membuat riwayat hidupnya sedemikian lengkap dan bagus. Dalam hal inilah diperlukan kecermatan dan kecerdasan pemilih untuk menilai riwayat hidup tersebut, melalui berbagai cara yang dimungkinkan.


Kedua, ketahui visi, misi dan programnya. VISI merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian seorang calon yang ingin dicapai ketika “MENJADI”. Visi, antara lain harus mengandung karakteristik seperti, dapat di bayangkan, menarik, realistis dan dapat dicapai, jelas, aspiratif dan responsif terhadap perubahan lingkungan, serta mudah dipahami. Para Pemilih dan masyarakat dapat mengetahui visi calon dapat dicermati melalui kampanye maupun pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh calon. Masyarakat juga dapat mendiskusikan visi calon tersebut dengan berbagai elemen masyarakat, sehingga memperluas pemahaman dan pengetahuan mengenai implikasi dari visi para calon tersebut.

MISI merupakan lanjutan dari visi. Pada dasarnya, misi merupakan alasan mendasar eksistensi dari VISI. Misi biasanya sudah mengarahkan secara tegas calon menuju suatu tujuan yang secara teknis dapat dijabarkan ke dalam program-program. Penting kiranya para pemilih untuk melihat korelasi antara visi, misi, dan program. Misi menempati posisi strategis, karena secara filosofis harus mampu menterjemahkan visi dan secara teknis harus mampu diimplemantasikan ke dalam program. Hubungan visi, misi dan program tersebut menjadi titik fokus perhatian para pemilih dan masyarakat dalam melihat kapabilitas calon. Para pemilih dan masyarakat harus kritis dalam mencermati misi para calon, karena misi merupakan langkah awal menuju program yang secara teknis dapat dicermati dengan lebih mudah. Jika misi para calon tersebut tidak jelas, maka sudah dapat dipastikan program yang ditawarkan juga perlu dipertanyakan, “apakah para calon betul-betul berfikir secara konseptual?” Apabila para calon tidak dapat berfikir secara konseptual, tentu patut dipertanyakan kemampuan mereka dalam mengemban amanah penyelenggara negara dan pemerintahan.


Ketiga, pastikan pilihannya. Mendekati hari pemungutan suara, para pemilih seharusnya mengenali surat suara yang akan dipergunakan dalam Pemilukada. Surat Suara yang digunakan untuk pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah (gu­bernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan walikota dan wakil walikota). Surat suara ini berisi nama, nomor urut dan foto calon kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan walikota dan wakil walikota). Para pemilih dalam menentukan pilihannya memberikan tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat 1 (satu) pasangan calon yang berisi nomor urut, atau foto, atau nama calon. Apabila calon sudah dikenalnya, sepakat visi, misi dan programnya tetapi pada saat pemungutan suara tidak dipastikan pilihannya dengan mencoblosnya maka tidak ada gunanya atau sia-sia. Karena itu, kalau kita mengambil sikap abstain (golput), meskipun ini juga bagian dari hak warga negara, berarti kita telah mempersilahkan diri "disandera" selama lima tahun oleh pemimpin yang sebenarnya tidak kita kehendaki. Namun demikian, kita juga harus bisa memahami jalan berpikir beberapa kalangan yang memilih untuk "tidak memilih".


Keempat, (setelah pesta demokrasi usai) awasi kinerjanya. Proses demokrasi di aras lokal tidak berhenti sampai dengan terpilihnya kepala daerah dan wakil kepala daerah melainkan harus lebih luas dan dalam, termasuk menyangkut apakah kepemimpinan politik-pemerintahan yang terpilih bisa berorientasi pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat banyak. Pemilukada bisa dianggap “gagal” apabila kepemimpinan politik-pemerintahan yang terbangun justru merepresentasikan kepentingan segelitir elite politik (oligarkis) yang berkuasa. Oleh karena, Pemilukada yang memungkinkan warga memilih pemimpin mereka secara langsung- harus diikuti oleh perluasan voice, akses dan kontrol masyarakat untuk terlibat secara partisipatoris dalam proses-proses kebijakan. Karena melalui model demokrasi partisipatoris itulah warga masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk mengimbangi model demokrasi perwakilan dan perwalian.

Kecermatan dan kecerdasan pemilih dalam Pemilukada merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan pilihan. Kesa-lahan menilai calon, visi, misi dan program-program para calon akan menimbulkan kesalahan dalam menentuan pilihan. Kesalahan menentukan pilihan akan mengakibatkan terpilihnya orang-orang yang tidak tepat untuk mengemban tugas-tugas kenegaraan dan pemerin­tahan. Kesadaran pemilih tentang perlunya mencermati secara cerdas para calon, menjadi kunci utama terpilihnya para wakil rakyat dan pemimpin pemerintahan yang benar-benar dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Kesadaran inilah yang seharusnya terus dibangun oleh para pemilih dan masyarakat, sehingga Pemilukada sebagai instrumen pelaksanaan demokrasi benar-benar ber­makna bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain itu kesadaran kritis yang perlu dimiliki, bahwa Pemilu adalah persoalan penentuan orang yang akan menentukan nasibnya. Tanpa bekerjanya prinsip-prinsip demokrasi maka pemilu sama saja dengan “buang-buang uang” untuk sesuatu yang tidak bermakna.

(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar